Oleh:
Anastasia Layan;
A.
Pendahuluan
Modernisasi
(dalam konsep ilmu social), dimengerti sebagai suatu sikap pikiran yang
mempunyai kecenderungan untuk mendahulukan sesuatu yang baru daripada yang
bersifat tradisi/warisan. Dalam situasi
seperti itu, Para Globalis
percaya bahwa kebudayaan-kebudayaan
lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global/universal.
Berhadapan
dengan era modernisasi dan arus globalisasi dewasa ini; menurut Penulis, semua
elemen bangsa ini sadar bahwa modernisasi telah perlahan-lahan menggeser
nilai-nilai budaya local menuju
nilai-nilai universal dan modern. Kesadaran yang sama, juga dialami oleh
masyarakat/Suku Tanimbar; kesadaran bahwa masa depan budayanya perlahan-lahan
mulai terancam keberlangsungannya.
Berbicara
mengenai budaya/kebudayaan, maka tentu banyak aspec terkait di dalamnya; Budaya Tanimbar pun demikian.
Namun dalam tulisan ini, Penulis lebih cenderung melihat pada aspec busana masyarakat Tanimbar dan Tais
Tenun (kain tenun) sebagai bahan dasar dari busana Tanimbar.
Dalam tulisan
ini, yang dimaksudkan dengan Busana Tanimbar adalah seperangkat pakaian dan asesories
yang dipakai mulai dari kepala sampai kaki, dan digunakan pada moment
tertentu. Sementara itu, yang
dimaksudkan dengan Pakaian Tanimbar, yaitu
sarana yang digunakan untuk menutupi/melindungi tubuh dari kerasnya alam
dan dalam pergaulan social sehari-hari.
Tantangan Masa Depan Busana
Tanimbar
Seiring
dengan perkembangan dan kemajuan zaman, kelangsungan warisan budaya Tanimbar semakin
mendapat tantangan besar. Adalah sebuah
realita, bahwa tawaran mordernisasi lebih laris daripada budaya local. Arus
globalisasi yang tak terelakan itu, semakin cepat menggeserkan warisan budaya dan tatanan adat istiadat yang
berabad-abad dijaga, dipelihara dan kembangkan. Realita demikian, menjadi
ancaman bagi kendor, bahkan musnahnya budaya local.
Teristimewa
di kalangan generasi muda Tanimbar, warisan Budaya Tanimbar kurang mendapat apresiasi, bahkan dianggap tidak ada relevansinya dengan masa sekarang apalagi masa
depan. Padahal semestinya sebagai pewaris budaya, Generasi muda Tanimbar mesti dapat menampilkan
budaya Tanimbar, lebih dari itu menjadikan warisan budaya dan adat-istiadat
Tanimbar sebagai “identitas diri”.
Dalam
situsi diatas, Masa depan Busana Tanimbar patut dirisaukan. Dapatkah Busana
Tanimbar bertahan dalam kencangnya tawaran modernisasi dewasa ini ?
B. Busana Tanimbar Dalam Sejarah
Pakaian
(Busana) merupakan suatu hasil kebudayaan yang terdapat pada semua masyarakat
di dunia. Kebutuhan akan pakaian disebabkan (juga didorong ) oleh
bermacam-macam movifasi, seperti: melindungi
diri tubuh/badan dari pengaruh alam yang keras; menunjukkan status
social tertentu; dan untuk memperindah diri. Dilain pihak, bentuk/model
pakaian/busana, siapa yang mengunakan (faktor usia, status, dll), kapan dipakai
dan dimana harus digunakan pakaian tertentu, bahan apa yang
digunakan dan gambaran apa yang dilukiskan pakaian tertentu, tidak sama pada
setiap masyarakat. Demikian pula pakaian/busana Tanimbar; hal mana sangat
dipengaruhi oleh faktor sejarah, system nilai etik, estetik, religius dan
nilai-nilai social.
Pada
zamannya, umumnya Busana Tanimbar (lengkap) digunakan pada moment/acara
tertentu, yakni; Upacara Adat dan saat
membawakan Tarian Adat (Menari). Baik pria maupun wanita Tanimbar, saat
menghadiri dua moment tersebut, memakai busana lengkap dan berbagai assesories.
Tais Tanimbar (kain ikat khas Tanimbar)
Tais
Tanimbar adalah bahan utama bagi pembuatan pakaian dan busana Tanimbar. Tais Tanimbar
merupakan
kain yang ditenun dari helaian benang yang dipintal sendiri ataupun
benang pakan (tekstil). Awalnya
(sebelum mengenal benang pakan) benang yang digunakan biasanya dibuat dari
kapas atau dari serat kulit kayu tertentu (pohon Lontar, Palm dan beberapa
jenis lainnya). Alat yang digunakan untuk menenun adalah alat tenun yang dibuat
sendiri (bukan mesin).
Sebelum benang-benang ini ditenun menjadi sebuah kain, helai-helai
benang dibungkus (diikat) dengan tali sesuai dengan corak atau pola hias, dan
dicelupkan ke dalam zat pewarna alami; bagian benang yang diikat dengan
tali plastik tidak akan terwarnai.
Tais Tanimbar terdiri dari beberapa jenis (corak/motif) dan sesungguhnya masing-masing memiliki makna dan kegunaan sendiri-sendiri. Biasanya jenis-jenis Tais tersebut, dipakai berdasarkan usia dan aktivitas. Demikian pula dengan accessories yang digunakan, biasanya disesuaikan dengan usia maupun aktivitas dimana Tais digunakan.
Hingga kini Tais Tanimbar masih diproduksi. Walaupun semakin
sedikit jumlah penenun, terdiri dari orang-orang tua dan menggunakan
alat sederhana peninggalan leluhur, namun Tais Tanimbar masih diproduksi (
untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi ).
Sejauh ini ada upaya-upaya dari pemerintah daerah dan lembaga
swasta untuk melestarikan mengembangkan produksi Kain Tenun, dengan melakukan
pelatihan-pelatihan menenun bagi ibu rumah tangga maupun generasi muda.
Pakaian Tanimbar
Dahulu
kala, pakaian sehari-hari Masyarakat Tanimbar adalah Cawat; dalam bahasa daerah
disebut “teik / datar”. Pakaian untuk
pria disebut “eman”, dan untuk wanita sarung atau “tais/bakan”. Terdapat perbedaan-perbedaan dalam bentuk
pakaian, biasanya hal ini sesuai dengan kategori/tingkatan usia.
Sebagaimana klasifikasi usia
dewasa ini (anak-anak, remaja, pemuda,
dst), kategori-kategori usia dikenal juga dalam masyarakat Tanimbar, seperti:
mangaflerpar (anak- anak), Mangtolsar (remaja/pemuda), Mangasryoyar (dewasa).
Setiap kategori usia tersebut, masih
juga terdapat pembagian usia.
Dalam perkembangan zaman, ketika masyarakat Tanimbar telah mengenal pakaian dari bahan pakan (lewat proses barter), maka Cawat/Teik/Datar sudah tidak digunakan lagi. Demikian pula beberapa perhiasan/assesories dari bahan-bahan tertentu ( seperti, gading gajah, kerang/siput, dll ) sudah tidak di produksi lagi karena telah sulit ditemui. Namun demikian, Tais Tenun hingga kini masih digunakan dan masih diproduksi.
Busana
Adat Tanimbar
Pada
prinsipnya hanya terdapat satu bentuk Busana
Adat Tanimbar yang biasanya dikenakan oleh pria dan wanita Tanimbar. Kalaupun terdapat perbedaan, perbedaan itu hanya terletak pada warna, cara dikenakan/pemakaian busana, dan assesories yang digunakan.
Pilihan
warna biasanya disesuaikan dengan status social orang yang menggunakan. Bila
busana dimaksud digunakan pada Upacara Perkawinan, maka Assesories yang
digunakan akan berbeda dengan ketika digunakan pada saat Upacara Kematian
ataupun Musyawarah Adat. Cara menggunakan busana biasanya tergantung pada usia orang yang menggunakan.
Namun
demikian, kelengkapan Busana Adat Tanimbar, biasanya ditemui pada saat
membawakan Tarian Adat. Pada saat Tarian Adat, bukan saja semua assesories akan
digunakan, namun harta benda pusaka (seperti Mas; biasanya dikenakan di kepala,
leher, tangan) juga dikenakan.
Di
era modern ini, Busana Tanimbar masih digunakan pada Upacara-Upacara Adat dan
Tarian-Tarian Adat. Dalam beberapa tahun terakhir, ada kecenderungan masyarakat
mulai memodifikasi Busana Adat. Hal ini
sering ditemui pada para Penari yang pentas diluar Moment Adat (pada
acara-acara ceremonial/pentas seni). Demikian pula ditemui pada Upacara/Resepsi
Pernikahan.
C.
Busana
Tanimbar Ditengan Arus Modernisasi
Dewasa
ini di bidang tata busana, mulai banyak designer yang mulai mengembangkan pola
busana tradisional Indonesia sesuai dengan tuntutan pasar modern. Model
dan pola asli busana daerah
kemudian dikolaborasikan dan modifikasi
dengan pola desain modern,
dengan tidak mengubah
bentuk dasar dan fililosofi / hakekat dari busana daerah tersebut.
Yang
menarik, trend ini juga mulai gemari
oleh para perancang busa local, sehingga
Busana Adat Tanimbar telah mulai di design untuk digunakan pada
acara-acara Ceremonial (diluar acara adat). Kini telah banyak ditemui sejumlah
busana modern seperti Jaz, Kameja, Dasi,
Rok, Gaun, yang dijahit dari Tais Tenun.
Corak
dari Busana Tanimbar sesungguhnya memiliki peluang untuk dikembangkan di era
modern ini. Untuk mendapat peluang itu, pengembangan Busana Tanimbar mesti
dinamis sesuai tuntutan zaman, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai
filosofis. Dengan memberikan senutuhan
modern, maka Busana Tanimbar yang semula nampak klasik dan tradisionil, akan lebih hidup dan sesuai tuntutan zaman.
Memberikan sentuhan-sentuhan modern pada Busana Tanimbar, sesungguhnya tidak
hanya untuk meningkatkan
kwalitasnya, namun sekaligus merupakan upaya untuk memelihara dan mengembangkan
warisan budaya Tanimbar ditengah kencangnya arus modernisasi saat ini.
D.
Penutup
Tentunya
kita semua percaya bahwa pergesaran demi pergeseran nilai budaya ini bukan
bagian dari sebuah skenario siapapun, kelompok manapun, ataupun lembaga
tertentu. Kitapun sadar bahwa tidak selamanya tetap mempertahankan nilai-nilai
budaya, sementara nilai-nilai tersebut sudah tidak relefan, ataupun karena
perkembangan zaman nilai-nilai tersebut tak dapat terpenuhi.
Untuk
menjawab kerisauan akan masa depan Busana Tanimbar, maka upaya-upaya pelestarian dan pengembangan
Busana Tanimbar perlu terus menerus digalakkan.
Baik pemerintaha daerah, pihak swasta dan masyarakat pada umumnya mesti
didorong untuk menjaga, melestarikan dan mengembangkan warisan sacral ini.
Dilain pihak, kinerja instansi terkait yang diserahi tanggungjawab mengurusi
kebudayaan, mesti juga dievaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk menemukan pola
yang tepat untuk kegiatan pelestarian, pengembangan dan untuk mempromosikan
kebudayaan Tanimbar ke public nasional maupun internasional.
Modernisasi
dan globalisasi memang sulit dibendung dan tentu tak dapat dihentikan. Namun kemajuan
teknologi di Era modernisasi dan globalisasi dewasa ini mesti dapat difungsikan
untuk mempromosikan Busana Tanimbar ke public nasional maupun internasional.
Dengan dukungan teknologi, maka ruang untuk mempublikasikan dan mempromosikan
keanekaragaman budaya Tanimbar pada dunia semakin terbuka.
Tulisan ini adalah juga merupakan bentuk
apresiasi Penulis tehadap perkembangan Busana Tanimbar yang selama ini telah
dikembangkan oleh individu-individu, secara khusus kaum wanita Tanimbar; yang tanpa terncana dan sekedar hanya mengikuti/menyesuaikan
dengan trend dewasa ini, namun telah menyumbang banyak hal positif bagi
pelestarian Busana Tanimbar.
Tanimbar, 2012
Daftar
Pustaka:
Drabe P. MSC;
Etnografi Tanimbar, 1989.
Harsojo, Prof;
Pengantar Antropologi, 1984.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar